Sabtu, 11 Januari 2014

KETENTUAN KEABSAHAN RUKYAT
(PENDALAMAN MATERI PADA DIKLAT HISAB RUKYAT)
Oleh : Jarot Iswanto
(Widyaiswara Balai Diklat Keagamaan Surabaya)

Abstaksi
Setiap memasuki awal bulan Hijriyah, khususnya awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah selalu menjadi perhatian ummat Islam karena hampir bisa dipastikan timbul berbedaan dalam memulai ketiga bulan tersebut. Di dalam penetapan awal bulan seharusnya mengedepankan kemaslahatan ummat dengan didasari dalil-dalil yang kuat untuk menetapkannya. Apabila semua pendapat dikembalikan ke dalil yang diyakini, maka perbedaan tersebut dapat diminimalisir.
Di Indonesia, perbedaan yang ada umumnya hanya pada metode dalam menentukan awal terjadinya hilal. Ada yang mendasari pada Hisab dan ada yang berdasarkan rukyat. Dalam pelaksanaan di lapangan untuk yang berkaitan dengan rukyat, terdapat beberapa kriteria tentang kemungkinan hilal dapat dirukyat.
Dalam pelaksanaan rukyat juga diperlukan data hisab, kondisi alam, waktu perjalanan matahari dan bulan, kondisi tempat rukyat dan yang tidak kalah penting adalah kemampuan perukyat itu sendiri. Pengetahuan dan pengalaman perukyat sangat menentukan keberhasilan rukyatul hilal. Keberadaan hakim yang melakukan sidang isbath sangat membantu menguatkan keabsahan hasil rukyat.
Kata Kunci : hisab, rukyat, hilal, kriteria hilal
PENDAHULUAN
Pelaksanaan rukyatul hilal selain untuk memenuhi kaidah Syar’i, juga mengandung maksud untuk menguji kebenaran dari proses hisab, demikian sebaliknya hisab, selain digunakan untuk memandu pelaksanaan rukyat, juga mengandung maksud untuk membuktikan bahwa dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat mempermudah ummat Islam dalam menentukan kepastian hukum, terutama pembuatan kalender
2
hijriyah, jadwal waktu sholat, informasi terjadinya gerhana matahari, gerhana bulan dan lain-lain yang berhubungan dengan perjalanan benda langit ( bulan, bumi dan matahari ).
Aktivitas rukyatul hilal seharusnya memberikan motivasi perukyat untuk memperdalam keilmuan, terutama mengenai ilmu falak sehingga dalam melaksanakan rukyat, hasilnya lebih baik dan diakui baik secara syar’i maupun secara ilmiah. Kedua disiplin ilmu ini tidak dapat dipisahkan karena keduanya saling menyempurnakan satu sama lain.
Bagi kelompok yang mendasarkan harus menggunakan rukyat, mereka memiliki landasan sebagaimana hadits nabi SAW :
Artinya :Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan beridul fitrilah karena melihat hilal pula; jika Bulan terhalang oleh awan terhadapmu, maka genapkanlah bilangan bulan Sya’ban tiga puluh hari ( HR al-Bukhari, dan lafal di atas adalah lafalnya, dan juga diriwayatkan Muslim )
Artinya: Janganlah kamu berpuasa sebelum melihat hilal dan janganlah kamu beridulfitri sebelum melihat hilal; jika Bulan terhalang oleh awan terhadapmu, maka estimasikanlah ( HR al-Bukhari )
Sementara bagi kelompok yang mendasarkan harus menggunakan hisab, mereka memiliki landasan sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur”an dan hadits Rasulallah SAW.
3
Al-Qur’an surat Yaasiin 38-39
Artinya: dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui
Artinya: Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua.
hadits nabi Muhammad SAW :
Artinya : Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi, kami tidak bisa menulis dan tidak bisa melakukan hisab. Bulan itu adalah demikian dan demikian. Maksudnya adalah kadang-kadang dua puluh Sembilan hari, dan kadang-kadang tiga puluh hari. ( HR al- Bukhari dan Muslim )
Dalam tulisan ini penulis mengajak untuk memperdalam membahas ketentuan rukyatul hilal, karena untuk ketentuan hisab dapat dipelajari pada tulisan yang lain/sebelumnya.
Untuk melaksanakan rukyatul hilal perlu diperhatikan hal-hal yang sifatnya umum, sebagai berikut :
1. Penetapan lokasi rukyat harus di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ( wilayatul khu’mi ).
2. Rukyat dilaksanakan pada tanggal 29 pada bulan yang berjalan.
3. Ijtima’ harus terjadi sebelum ghurub.
4. Bulan terbenam setelah terbenamnya matahari.
4
Adapun beberapa hal-hal yang bersifat khusus, menurut beberapa
kriteria, antara lain :
a. Limit Danjon yang menyatakan bahwa hilal akan tampak apabila jarak sudut bulan dan matahari lebih besar dari 7°.
b. Konferensi Penyatuan Awal Bulan Hijriyah International di Istambul pada tahun 1978, yang menyatakan awal bulan dimulai jika jarak busur antara bulan dan matahari lebih besar dari 8° dan tinggi bulan dari ufuk pada saat matahari tenggelam lebih besar dari 5°
c. Kriteria IICP ( International Islamic Calender Program ) yang menyatakan bahwa hilal memungkinkan di rukyat jika jarak busurnya dari matahari sekurang-kurangnya 10,5° pada beda azimuth bulan-matahari 0°
d. Kriteria MABIMS ( Dirbinapera, 2000 ) yaitu kriteria Kementerian Agama yang diterima sebagai kriteria bersama dalam forum MABIMS yang meliputi negara : Brunai Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura adalah sebagai berikut :
1) Tinggi hilal minimum 2°
2) Jarak bulan dan matahari minimum 3° atau
3) Umur bulan dihitung saat ijtima’ atau bulan baru minimal 8 jam
e. Kriteria LAPAN ( Djamaluddin 2002 )
1) Umur hilal minimum 8 jam
2) Jarak sudut bulan-matahari minimum 5,6°.
3) Beda tinggi ( tinggi bulan-tinggi matahari ) ( t ) minimal tergantung beda azimuth bulan-matahari
5
Dasar inilah yang menjadi pijakan para perukyat untuk mendapatkan keberhasilan dalam melakukan rukyatul hilal.
Keabsahan Rukyat
Dalam pelaksanaan rukyat terkadang timbul berbagai masalah, terutama setelah melihat kondisi riil di lapangan. Ada sebagian orang yang mengaku melihat hilal, tetapi tidak dapat diterima kesaksiannya. Hal ini dikarenakan orang tersebut ( syahid ) tidak dapat menggambarkan kondisi hilal yang sebenarnya, misalnya ketika ditanya bentuk hilal, si syahid menyampaikan jawaban bahwa hilal terlihat tengkurap ( piringan hilal menghadap ke bawah ) dan kejadian seperti ini tidak dapat diterima oleh hakim yang memimpin jalannya sidang itsbat, karena memang tidak mungkin bentu hilal tengkurap.
Suatu rukyat dikatakan sah apabila memiliki ketentuan sebagai berikut :
1. Dilihat dari sisi data yang dihimpun.
Sebelum melaksanakan rukyat, hakim atau petugas yang ditunjuk mengumpulkan data hisab masing-masing ormas atau lembaga yang melaksanakan rukyat dan membacanya untuk dikoreksi bersama, terutama data yang memuat ketinggian, lamanya hilal, azimuth bulan, azimuth matahari, waktu terbenam matahari, dan waktu terbenam bulan.
Data ini penting karena jangan sampai ada kesalahan dalam perhitungan yang mengakibatkan perbedaan data hisab yang mencolok antara lembaga satu dengan yang lain.
2. Dilihat dari sisi peralatan yang digunakan.
Setiap ormas atau lembaga yang melaksanakan rukyatul hilal, biasanya tidak datang hanya orangnya saja, tetapi mereka juga membawa serta peralatan yang dimiliki mulai dari yang paling sederhana seperti rubuk mujayyab, sampai ke peratalan yang dianggap paling canggih seperti teropong yang dapat
6
diprogram yang langsung bisa mengakses benda langit secara komputerices.
3. Sumber daya manusia ( SDM ) perukyat itu sendiri.
Tidak semua orang diperbolehkan melakukan rukyat. Mereka harus memiliki persyaratan tertentu, seperti :
a. Muslim/muslimah yang sudah baligh
b. Dalam kondisi sehat akalnya
c. Mewakili ormas/lembaga yang dibekali dengan surat tugas.
d. Bila perorangan, harus membawa identitas diri yang sah.
e. Membawa hasil perhitungan (hisab) rukyatul hilal pada tanggal yang ditetapkan.
Berdasarkan pengalaman tidak semua orang dapat berhasil melihat hilal, terutama bagi mereka yang baru melakukan rukyat untuk pertama kali. Sementara bagi mereka yang sudah sering melakukan rukyatul hilal, belum tentu dapat menyaksikan hilal dengan mudah, bahkan mungkin belum pernah menyaksikan hilal sama sekali.
Petugas perukyat yang menjadi wakil masing-masing ormas atau lembaga harus memiliki pengetahuan yang cukup terutama dalam menggunakan alat bantu, menerapkan data hisab yang diyakini kebenarannya, dan ketaatan untuk mematuhi tata tertib di lokasi rukyat, agar rukyatul hilal dapat berjalan dengan lancar.
4. Kondisi alam.
Kondisi alam juga menjadi pertimbangan dalam melakukan rukyat, terutama cuaca, jenis-jenis awan yang sering terlihat di udara, terutama saat-saat waktu ghurub.
Selain itu lokasi rukyat juga harus terbebas dari gangguan pandangan, misalnya adanya bangunan yang akan menghalangi ketika waktu terjadinya hilal,
7
Pemilihan lokasi rukyat juga perlu memperhatikan agar pencahayaan lampu tidak mengacaukan perukyat, terutama di daerah wisata pantai yang biasanya sudah dilengkapi dengan lampu mercuri yang memiliki pencahayaan yang cukup kuat, sehingga mengaburkan cahaya hilal.
KESIMPULAN
Pelaskanaan rukyatul hilal memiliki dua aspek yaitu untuk memenuhi kaidah syar’i, dan untuk menguji kebenaran hisab. Metode hisab selain digunakan untuk memandu pelaksanaan rukyat, juga untuk membuktikan bahwa dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat membantu memudahkan ummat dalam menentukan kepastian hukum dalam pelaksanaan ibadahnya.
Baik metode Rukyat maupun Hisab, keduanya memiliki landasan hukum yang kuat baik yang ada di dalam Hadits maupun ayat-ayat Al-Qur’an yang menjadi rujukannya.
Adapun ketentuan untuk melaksanakan rukyat antara lain : penetapan lokasi yang bebas dari halangan baik berupa bangunan maupun kondisi alam yang lain, rukyat dilaksanakan setiap tanggal 29 bulan Komariyah yang berjalan, Ijtima’ harus terjadi sebelum ghurub, dan bulan terbenam setelah terbenamnya matahari.
Rukyatul hilal dikatakan sah bila memenuhi ketentuan : data hasil hisab, peralatan pendukung, sumber daya manusia perukyat, kondisi alam dan dihadiri oleh hakim yang akan meneliti dan mengambil sumpah para syahid yang menyatakan telah melihat hilal, untuk selanjutnya melaporkan hasilnya ke Kementerian Agama Republik Indonesia.
8
DAFTAR PUSTAKA
Wakhid, Basid, dkk, 1995, Rukyat dengan Teknologi, Upaya Mencari Kesamaan Pandangan tentang Penentuan Awal Ramadhan dan Syawal, Jakarta, Gema Insani Press
Nawawi, Abd. Salam, 2004, Rukyat Hisab di Kalangan NU-Muhammadiyah, meredam konflik dalam menetapkan Hilal, Surabaya, Diantama –Lajnah Falkiyah PWNU Jawa Timur
Shodiq, Sriyatin, 2004, Materi Pelatihan Hisab Rukyat, Surabaya , Yayasan Al Falkiyah.
Izzudin, Ahmad.,2007, Fiqih Hisab Rukyat, Menyatukan NU & Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha, Jakarta, Erlangga
Azhari, Susiknan, 2007, Penggunaan Sistem Hisab Rukyat di Indonesia, Studi tentang Interaksi Muhammadiyah dan NU, Jakarta, Badan Litbang dan Diklat Depag RI
Azhari, Susiknan, 2007, Ilmu Falak,Perjumaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Jogyakarta, Suara Muhammadiyah
Khazin, Muhyiddin, 2008, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, Jakarta, Buana Pustaka
Tim Majlis Tarjih dan Tajdid, 2009, Pedoman Hisab Muhammadiyah, Majlis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jogyakarta.

http://bdksurabaya.kemenag.go.id/file/dokumen/KETENTUANKEABSAHANRUKYAT.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar