Jumat, 10 Januari 2014

INTENSIFIKASI PEMAHAMAN MASYARAKAT TERHADAP PEGADAIAN

INTENSIFIKASI PEMAHAMAN MASYARAKAT TERHADAP PEGADAIAN
Oleh : Nur Ifansyah

Zaman modern sekarang ini banyak masyarakat yang sudah memiliki
barang-barang yang tergolong dalam kategori mewah, tidak hanya orang kaya dari
tingkatan kelas ke atas saja, bahkan dari kelas menengah ke bawah pun juga ada yang
memiliki barang-barang yang dulunya dikategorikan mewah. Contohnya saja seperti
handphone, zaman dahulu handphone adalah termasuk dalam golongan barang mewah,
hanya orang-orang tertentu saja yang memilikinya, seiring dengan berkembangnya
zaman, kini handphone sudah dipergunakanoleh semua tingkatan, baik itu kelas
menengah ke atas atau menengah ke bawah.
Handphone adalah salah satu contoh barang yang sekarang ini banyak dimiliki
oleh semua kalangan, selain itu banyak sebenarnya barang-barang mewah yang sudah
bisa dikatakan cukup merakyat. Namun berbarengan dengan kemajuan tersebut
pemahaman masyarakat tentang penggunaan barang tersebut masih kurang,
masayarakat sekarang ini sebenarnya enggan menjual barang-barang tersebut jika perlu
uang, namun karena faktor keterpaksaan tak jarang banyak yang menjual
barang-barangnya tersebut bahkan ada yang menjual dengan harga yang sangat murah.
Seperti kita ketahui, bahwasanya masyarakat kita (khususnya menengah ke
bawah) memiliki pola pikir yang jauh kedepan, misalnya “mun barang dijual balum tantu
lagi kawa manukarnya pulang” atau “amun tajual balum tantu barajaki banyak kawa
manukar” atau “kada tatukar lagi mun sudah tajual, duitnya tajuhut gasan nukar nang
lain”, tetapi sekali lagi karena faktor keterpaksaan (kebutuhan mendesak) maka barang
tersebut pun beralih tangan. Fenomena seperti ini perlu sekali sebuah solusi yang
mampu menampung keinginan mereka.
Solusi tersebut sebenarnya dari dulu sudah ada, namun masyarakat kita masih
banyak yang kurang paham dan bahkan ada yang tidak mengetahuinya. Pegadaian
adalah merupakan lembaga yang bisa menjawab segala keinginan masyarakat, sehingga
masyarakat tidak perlu lagi takut kehilangan barangnya (karena harus dijual) dan
permasalahan ekonomi yang dibutuhkan tersebut juga terselesaikan. Istilah gadai
memang agak sedikit baru ditelinga masyarakat awam, namun jika dijelaskan gadai
sama dengan istilah sanda (sanda menyanda) mungkin sebagian ada yang
mengetahuinya, karena berupa lembaga maka namanya adalah pegadaian, disamping
itu juga karena menggunakan bahasa Indonesia.
Di Kalimantan Selatan sendiri kebanyakan masyarakatnya mengenal pegadaian
melalui pegadaian yang memiliki label syari’ah, yakni pegadaian syari’ah
(syari’ah/syari’at/sar’i adalah hukum dan aturan agama Islam), dengan kata lain
pegadaian syari’ah ialah pegadaian yang segala ketentuan dan aturan-aturannya
tersebut sesuai atau sejalan dengan hukum dan ajaran dalam agama Islam, yang
kesemuanya itu tentu saja bersumber dari Al-Quran dan Al-Hadits, dan juga dari Qiyas
dan Ijma’ para ulama terdahulu.
Hal ini disebabkan masyarakat Kalimantan Selatan merupakan masyarakat yang
agamis, masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai kereligiusan yang sudah turun
temurun diwariskan oleh nenek moyang dari zaman dahulu. Oleh karena itu tak heran
jika masyarakat Kalimantan Selatan lebih banyak memilih segala sesuatunya yang
memiliki label syari’ah, seperti Bank Syari’ah, Banking Cards Syari’ah, Koperasi Syari’ah
dan begitu pula halnya dengan pegadaian banyak masyarakat yang juga memilih
pegadaian syari’ah.
Dari sekian banyak masyarakat Kalimantan Selatan yang sudah mengenal dan
menggunakan pegadaian syari’ah, namun masih ada sebagian masyarakat yang belum
mengenalnya karena kurang dan tidak tersentuh sosialisasi, apalagi untuk
daerah-daerah pedesaan yang letaknya jauh terpelosok, bahkan ada yang sudah kenal
dengan yang namanya pegadaian namun mereka masih ragu untuk
mempercayakannya, sehingga mereka memilih menjual barang atau memilih meminjam
uang kepada rentenir yang bunganya cukup tinggi, hal ini pun juga karena dalam kondisi
keadaan terpaksa.
Hal ini tentunya menjadi pekerjaan rumah bagi instansi terkait yang harus
dicarikan jalan keluarnya, sehingga masyarakat yang belum tersentuh dan yang masih
ragu bisa paham betul dengan yang namanya pegadaian, baik paham dari segi
pengertian pegadaian itu sendiri, hukumnya, manfaatnya, dan lain sebagainya. Perlu
kiranya intensifikasi pemahaman masyarakat terhadap pegadaian, sehingga tidak ada
lagi masyarakat yang menjual barang-barangnya jika mereka memerlukan uang, apalagi
yang meminjam uang kepada rentenir.
Pengertian dan Hukum dalam Perspektif Islam
Mungkin kita sudah tidak asing lagi dengan yang namanya pegadaian. Pegadaian
adalah merupakan sebuah tempat atau wadah (rumah) gadai, sedangkan yang
dimaksud dengan gadai itu sendiri adalah pinjam meminjam uang dengan jaminan
barang, barang atau benda yang telah diserahkan tersebut adalah sebagai tanggungan
atas sejumlah pinjaman uang yang dipinjam. Dengan kata lain, pegadaian adalah sebuah
tempat untuk meminjam uang dengan menyerahkan barang atau benda untuk dijadikan
sebagai jaminan atas uang yang telah dipinjam.
Istilah pegadaian berasal kata dari gadai, yang memiliki awalan Pe dan akhiran an.
Gadai kalau dalam bahasa arab adalah Rahn. Secara bahasa memiliki arti tetap dan
kekal. Sebagian ulama berpendapat bahwa Rahn menurut bahasa berarti menahan,
sesuai dengan firman Allah SWT dalam surah Al-Muddatstsir ayat 38 yang berbunyi :
“Kullu Nafsin Bima Kasabat Rahinatun”, yang artinya : “Setiap jiwa tertahan dengan apa
yang telah diperbuatnya”. Maksud “Rahinatun” atau “tertahan” pada ayat tersebut
adalah bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.
Sedangkan pengertian gadai menurut istilah adalah menyerahkan barang yang
bernilai harga dalam pandangan syara’ sebagai agunan utang di mana keseluruhan atau
sebagian utang itu bisa diambil dari barang angunan tadi. Agunan (dalam bahasa Arab
disebut Watsiqah) berarti sesuatu yang dijadikan pegangan, sedangkan yang dimaksud
dari “bernilai harga dalam pandangan syara’” adalah tidak termasuk barang najis atau
bernajis yang najisnya tidak dapat dihilangkan, maka barang seperti ini tidak dapat
dijadikan agunan utang.
Gadai menurut persfektif Islam hukumnya boleh sama seperti jual beli, dalil
tentang gadai tersebut ditegaskan dalam Kitab suci Al-Quran, Sunnah (Al-Hadits), dan
Ijma’ para ulama. Adapun dalilnya dalam Al-Quran terdapat pada Surah Al-Baqarah ayat
283 yang berbunyi :”Wa Inkuntum ‘Ala Safarin Walam Tajidu Katiban Farihanun
Maqbudhatun”, yang artinya : “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak
secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada
barang tanggungan yang dipegang”.
Kata “Rihan” dalam ayat tersebut di atas adalah bentuk Jama’ dari “Rahn” (seperti
kata “Habl” menjadi “Hibal” yang artinya tali). Selain “Rihan”, bisa juga dengan
mendhommahkan ha’-nya menjadi “Ruhun”. Adapun kandungan dan pengertian ayat
tersebut di atas ialah bahwasanya Allah SWT memerintahkan orang yang melakukan
transaksi (tidak secara tunai) dengan orang lain dan tidak mendapatkan penulis untuk
menguatkan transaksinya, maka hendaklah menggadaikan sesuatu (sebagai jaminan)
diserahkan kepada yang mengutangkan agar merasa tenang dengan hartanya (yang
diutangkan), dan pihak yang berutang pun menjadi waspada dengan harta yang
diutangnya agar harta/barang yang digadaikannya tidak hilang, sehingga tidak saling
menggampangkan atau menggunakan harta secara sia-sia tanpa perhitungan dan rasa
khawatir.
Dalil tentang gadai menurut Sunnah (Al-Hadits) ialah seperti diriwayatkan dalam
Kitab Shahih Bukhari dan Muslim, sabda Nabi SAW yang berbunyi : “Annan Nabiyya
Sallallahu ‘Alaihi Wasallama Rahana Dir’ahu ‘Inda Yahudiyin Yuqalu Lahu Abus Syahmi
‘Ala Tsalatsina Sha_an Min Sya’irin Li Ahlihi”, yang artinya : “Bahwasanya Nabi SAW
pernah menggadaikan baju besinya kepada seorang Yahudi, namanya Abu Syahm,
(sebagai jaminan) atas utangnya berupa 30 sha’ gandum untuk keluarganya”.
Hadits tersebut mengisyaratkan bahwa Nabi SAW pun juga tidak terhindar dari
realitas kehidupan dan keindahannya dengan tetap zuhud terhadap harta dunia.
Rasulullah SAW adalah merupakan suri tauladan bagi kita semua, tahta para kaisar dan
raja bisa goyah karena Nabi, tumpukan harta benda bisa berdatangan kepada Nabi silih
berganti, bahkan malaikat Jibril Alaihish Shalatu Wasalam menawarkan kepada beliau
untuk menjadikan gunung menjadi tumpukan emas, akan tetapi beliau tetap
menggadaikan baju besinya untuk sesuatu kebutuhan yang sangat sederhana, yakni
memenuhi kebutuhan makanan keluarga.
Gadai yang dilakukan oleh Rasulullah SAW terhadap orang Yahudi juga
menunjukkan bahwa bermua’amalah dengan Ahli Kitab hukumnya juga diperbolehkan.
Sedangkan gadai menurut Ijma’, para ulama atau imam sepakat tentang bolehnya gadai
dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh syara’. Dari beberapa penjelasan
hukum dan dalil tentang gadai tersebut, maka kita dapat menarik kesimpulan
bahwasanya gadai hukumnya boleh dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh
syara’.
Di zaman sekarang ini tentunya segala sesuatunya menjadi sangat lebih mudah,
hal ini dikarenakan sudah tersedianya lembaga yang selalu siap melayani kita dengan
mudah, cepat, dan terpercaya yakni lembaga yang bernama pegadaian, bahkan ada
pegadaian yang berlabel syari’ah, jadi kita tidak perlu lagi ragu untuk menggadaikan
barang, karena segala aturan dan ketentuannya semuanya merujuk kepada sumber
hukum Islam, yakni Al-Quran dan Al-Hadits serta Ijma’ para ulama.
Mensosialisasikan “Mengatasi Masalah Tanpa Masalah”
“Pegadaian Syari’ah menjawab semua kebutuhan transaksi anda, gadai sesuai
Syari’ah untuk solusi pendanaan yang cepat, praktis, dan menenteramkan, cukup 15
menit. Pegadaian Syari’ah Mengatasi Masalah Tanpa Masalah”. Itulah slogan atau motto
yang diusung oleh lembaga/instansi pegadaian. Motto/slogan itu bertujuan untuk
menarik minat masyarakat untuk bekerjasama dengan lembaga tersebut jika
masyarakat berada dalam kondisi tertentu (memerlukan uang dan ingin menggadaikan
barang/harta/bendanya).
Namun keberminatan masyarakat terhadap lembaga pegadaian hanya sampai
pada beberapa masyarakat tertentu saja, hal ini disebabkan kurangnya sosialisasi dan
ketidak pahaman masyarakat dengan arti pegadaian (gadai) itu sendiri. Slogan
“Mengatasi Masalah Tanpa Masalah” pun hanya menyentuh lini perkotaan saja,
sedangkan di pedesaan hanya sedikit yang paham terhadap fungsi, peran, dan manfaat
pegadaian, padahal tujuan yang ingin dicapai tentunya mencakup semua lini kehidupan
masyarakat secara merata, baik yang di perkotaan maupun yang di pedesaan terpencil
dan terpelosok sekali pun.
Perlu kiranya sosialisasi “Mengatasi Masalah Tanpa Masalah” ini dicanangkan oleh
lembaga pegadaian, baik dengan cara menerjunkan langsung beberapa pakar dan ahli
ke lapangan, dengan cara mengadakan seminar langsung dengan masyarakat, bisa juga
dengan mengadakan layanan-layanan gratis kepada masyarakat yang bisa mengundang
keberminatan masyarakat untuk mengetahui apa itu pegadaian, apa peran serta
manfaatnya, bisa dengan cara sunatan massal anak-anak untuk masyarakat sekaligus
disana diberikan penjelasan tentang seluk beluk pegadaian, dan lain sebagainya.
Kemudian pegadaian juga bisa mengajak kerjasama perguruan tinggi misalnya
seperti IAIN yang di dalamnya terdapat Fakultas Syari’ah dengan berbagai macam
Jurusan, baik mengadakan seminar yang bertajuk dan membahas tentang pegadaian,
pengabdian masyarakat untuk mensosialisasikan pegadaian, dan tidak hanya perguruan
tinggi saja lembaga pendidikan lainnya pun juga bisa, seperti bekerjasama dengan
sekolah-sekolah dengan tujuan mengenalkan apa itu pegadaian kepada siswa dan guru
serta orang tua siswa.
Tidak hanya sampai disitu saja usaha untuk mensosialisasikannya, bisa juga
dengan bekerjasama dengan stasiun televisi milik pemerintah misalnya saja TVRI
Kalimantan Selatan atau televisi swasta seperti Banjar TV, Duta TV, TVB, dan stasiun TV
lainnya baik melalui acara forum khusus, dialog interaktif, ataupun melalui iklan yang
semuanya bertemakan pegadaian. Lembaga pegadaian juga bisa mengajak kerjasama
lembaga lainnya, baik lembaga milik pemerintah untuk mensosialisasikan peran dan
pentingnya pegadaian misalnya seperti dengan pemerintah Kabupaten, Kecamatan,
Kelurahan, atau yang skala kecil tingkat Desa.
Lembaga yang non pemerintah juga bisa diajak untuk kerjasama dalam hal
mensosialisasikan pegadaian misalnya kerjasama dengan pengurus mesjid, bisa
diadakan sedikit sosialisasi terhadap masyarakat setelah selesai shalat Jum’at. Selain
dengan melakukan berbagai macam kerjasama untuk mensosialisasikan pegadaian,
lembaga pegadaian juga bisa mendirikan beberapa cabang yang dianggap perlu untuk
didirikan dengan cara mengikut sertakan masyarakat dalam hal pembentukannya.
Banyak usaha yang bisa dilakukan untuk mensosialisasikan pegadaian agar menyebar
keberbagai tingkatan masyarakat, namun diluar hal itu semua, pegadaian harus bisa
meningkatkan layanannya terhadap konsumen yang menggunakannya hal itu yang
terpenting. Semoga.
http://kalsel.kemenag.go.id/file/file/Jurnal/woxq1384098956.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar